Seabad Lebih Gereja Kayu Tanpa Paku di Kaliceret, Grobogan

 

Gereja Kaliceret,tertua di Kabupaten Grobogan (Foto: BPCB Jateng)

Jika Anda sedang berada di sekitar Kabupaten Grobogan,  singgahlah sejenak ke Dusun Kaliceret, Desa Mrisi, Kecamatan Tanggungharjo.  Di Jalan raya Gubug-Kedungjati  (± 8 km ke arah kota Salatiga) ini ada bangunan tua yang didominasi oleh cat berwarna  putih dan biru. Di depan bangunan itu terdapat sebuah lonceng kuno yang terbuat dari konstruksi kayu.

Ya, itu adalah bangunan Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU). Konstruksinya memang didominasi oleh material kayu. Namun yang membuatnya unik dan berbeda dari bangunan kayu lainnya adalah konstruksinya yang nyaris tanpa paku.

Termakan usia, kondisi tempat duduk dan  atap gereja terlihat banyak yang sudah lapuk dan berlubang. Demikian pula kondisi dinding bangunan, tak simetris lagi, karena kondisi pondasi yang sudah tidak layak. Namun  demikian, gereja tua ini masih tetap dipergunakan sebagai tempat untuk merayakan hari Natal setiap tahunnya.

Altar dan kursi masih mempertahankan keasliannya (Foto: Felek Wahyu/liputan6.com)

Unik

Gedung GKJTU Kaliceret secara fisik memiliki dimensi panjang 19 m, lebar 12 m, dan tinggi 8 m. Keseluruhan bangunan gereja terbuat dari kayu yang di bagian bawahnya diperkuat dengan besi.

Pada bangunan utama dikelilingi dengan teras berkolom kayu. Konstruksi atap terbuat dari kayu yang ditutup dengan genteng pres. Bagian teras depan terdapat hiasan lisplang. Pintu terbuat dari kayu berbentuk kupu trung dan jendela juga berbentuk kupu tarung dengan kisi-kisi.

Kisah unik yang terekam erat, dulu bangunan ini sempat miring karena tertiup angin yang sangat kencang. Namun tahu-tahu, bisa tegak kembali karena tertiup angin dari arah yang berlawanan.

Waktu dalam keadaan miring, umat sempat memberi penyangga di beberapa bagian gereja. Tapi mereka terkejut setelah gereja bisa tegak sendiri.

Kemungkinan, hal itu disebabkan oleh adanya plat besi pipih yang menempel di dinding kayu. Fungsi besi pipih itu menyerupai sabuk yang melingkar dan mengikat seluruh bangunan yang berarsitektur Jawa-Belanda ini.

Perubahan

Bangunan GKJTU di Desa Mrisi ini, pada masa penjajahan hingga awal kemerdekaan, bangunan gereja itu menjadi satu dengan rumah sakit (RS). Namun dalam perkembangannya, RS dipindahkan ke pusat Kota Purwodadi.

Tak banyak perubahan pada gereja yang dibangun pada 1898 ini. Artinya, tepat 125 tahun usianya pada 2023 ini. Hanya saja sekarang, lantainya sudah di-keramik. Kursi dan altar, ornamennya masih asli.

Sementara, lonceng yang berada di bagian depan, dulunya menjadi satu bagian di bangunan utama bangunan gereja. Namun, mengingat suara yang dihasilkan sangat keras dan bisa membuat tanah bergetar, lonceng itu kemudian ditempatkan di rumah khusus. Supaya jika dibunyikan, tidak merusak gedung, kerena getaran suara yang dihasilkannya.

Lonceng hadiah dari negara Jerman pada 1912 yang hingga kini masih terpelihara. Ia diberi nama “Lonceng Rahmat” karena lonceng tersebut digunakan sebagai sarana untuk memanggil umat untuk datang beribadah.

Sisi keunikan lain dari kawasan, ternyata keberadaan bangunan gereja ini lokasinya tak jauh dari Stasiun Tanggung. Imi merupakan stasiun pertama serta jalur kereta api (KA) pertama di Indonesia. Maka keberadaan gereja di sana bisa jadi satu kesatuan dengan masa pembangunan stasiun tersebut. 

Inzet: pembukaan perdana Halte Tangoeng, 10 Agustus 1867.
Kini tampak monumen roda dan sayap di luar stasiun, 2021 (Sumber: Wikipedia)



Sejarah ringkas

Kegiatan penyebaran agama Kristen di Grobogan diawali oleh R.J. Horsteman, utusan dari lembaga zending asal Jerman, Neukirchen Mission. Horstman tiba di Kaliceret pada 1884.

Waktu itu, wilayah sekitar Kaliceret masih berupa hutan yang dipenuhi binatang liar, terutama babi hutan. Selang beberapa tahun, datang penginjil lain seperti Zimmerbeutel, Camp, dan Kuhnen.

Karena di Grobogan belum ada sarana kesehatan, maka para penginjil tersebut selain menyebarkan agama Kristen juga membuka balai pengobatan. Lama kelamaan jumlah umat Kristen Kaliceret bertambah banyak, sehingga dibangunlah gereja.

Pada massa pendudukan Jepang, gereja Kaliceret diambil oleh militer Jepang dan dijadikan tempat tinggal tawanan untuk 250 pemuda Eropa. Di Kaliceret, para tawanan tersebut melakukan kerja paksa dengan cara menebang pohon. Setelah Jepang menyerah, tawanan tersebut dikembalikan ke Bangkong.

Sebelum era kemerdekaan, para pendeta berasal dari Jerman dan Belanda. Baru setelah kemerdekaan, dilanjutkan pendeta asli dari Jawa.

Gereja tertua di Grobogan ini sekarang dijadikan sebagai salah satu cagar budaya oleh Pemerintah Kabupaten. Namun sayangnya, hingga kini upaya pengajuan perbaikan belum mendapat ada perhatian yang serius.

© Penabur/end 

*) dari berbagai sumber

 

Posting Komentar

0 Komentar