Jakarta — Dalam rangka memperingati hari jadi ke-22, Perkumpulan Wartawan Media Kristiani
Indonesia (PERWAMKI) menggandeng STT REM untuk menyelenggarakan Workshop Jurnalisme Video Modern, Senin
(27/10/25). Acara ini diikuti oleh sekitar 50 peserta yang terdiri dari
mahasiswa, dosen, dan jurnalis lintas media anggota Perwamki.
Dengan semangat menyuarakan kasih dan kebenaran Kristus
melalui media digital, para peserta antusias mengikuti sesi yang menghadirkan
dua narasumber utama: Jonro Munthe, Pemimpin Umum Majalah Narwastu, dan Valentino Abednego, editor film profesional.
Media
Digital: Berkat atau Bumerang?
Dalam sambutan pembuka, Ketua STT REM, Pdt. Dr. Yogi
Dewanto, menyoroti peran strategis media digital di tengah derasnya arus
informasi. Ia mengingatkan bahwa teknologi bisa menjadi alat Tuhan untuk
menyebarkan kebaikan, namun juga berpotensi menyesatkan jika digunakan tanpa
hikmat. “Dulu kita tak mengenal istilah hoaks, kini banyak orang
justru mempercayainya,” ujarnya.
Pdt. Yogi juga menyampaikan rasa syukur atas persahabatan
dan kolaborasi panjang dengan Ketua Umum Perwamki, Stevano Margianto. Ia menutup
dengan pesan mendalam:
“Di tengah arus informasi
yang menyesatkan, tugas kita adalah menyuarakan kebenaran — meski sering
menjadi suara minoritas.”
Perwamki: Dari Warung Kopi ke Panggung Nasional
Stevano Margianto mengenang awal mula Perwamki yang lahir dari obrolan santai
di sebuah warung kopi pada September 2003. Nama organisasi ini kemudian
disepakati di kantor Narwastu,
Jakarta Pusat, pada 28 Oktober 2003.
Kini, Perwamki
telah berbadan hukum dan aktif melahirkan berbagai program: pelatihan
jurnalistik, bakti sosial, Rakernas, Munas, hingga peluncuran buku Pers
Kristiani dan Makna Kehadirannya. Bahkan saat pandemi, pelatihan tetap berjalan
secara daring, menjangkau peserta dari dalam dan luar negeri.
“Kami
ingin membekali generasi muda Kristen agar mampu menyampaikan pesan iman secara
kreatif dan bermakna di media digital,” tegas
Stevano.
Pers Kristiani: Pilar Bangsa dan Penjaga Integritas
Dalam sesi bertajuk Komunikasi
Publik dan Jurnalisme Kristiani, Jonro Munthe menekankan bahwa jurnalisme
bukan sekadar profesi, melainkan panggilan untuk menyuarakan kebenaran dan
nilai-nilai luhur.
Ia mengingatkan bahwa pers adalah salah satu pilar
demokrasi, dan jurnalis Kristiani memiliki tanggung jawab moral untuk
menghadirkan berita yang membangun, bukan memecah belah.
“Tugas
jurnalis bukan hanya melaporkan fakta, tetapi juga menghadirkan nilai —
terutama bagi jurnalis Kristiani, yang dipanggil untuk menjadi pembawa terang
di tengah dunia yang gelap oleh informasi palsu,” ujarnya.
Media
Sebagai Mimbar Baru Pelayanan
Valentino Abednego membuka sesi sinematografi dengan
pernyataan tajam:
“Sekarang, setiap orang bisa
menjadi juru berita. Pertanyaannya bukan lagi siapa yang bisa membuat video,
tapi cerita apa yang ingin Anda sampaikan.”
Ia menjelaskan perbedaan antara videografer dan
sinematografer, serta tiga tahapan utama dalam produksi video: pra-produksi,
produksi, dan pasca-produksi. Tino juga menekankan bahwa ide dan pesan jauh
lebih penting daripada alat.
“Bahkan dengan handphone pun
bisa menghasilkan video yang bagus. Kuncinya adalah konsep dan cara bercerita,”
ujarnya.
Workshop ini bukan sekadar pelatihan teknis, tetapi juga menjadi panggilan rohani. Para peserta diajak untuk melihat media digital sebagai mimbar baru — tempat menyuarakan kasih, merekam kebenaran, dan menyalakan terang Kristus di tengah dunia yang semakin digital. “Jika kita punya pesan yang benar, maka teknologi bisa menjadi alat Tuhan untuk memberkati banyak orang,” pungkas Tino. (*)





0 Komentar