Tiga sinode gereja anggota United Evangelical Mission (UEM) pada tanggal 8 Desember 2021 telah menandatangani kesepakatan kerjasama di Malang, Jawa Timur.
Tiga Sinode Gereja itu adalah Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW), Gereja Kristen Injili di Tanah Papua (GKI-TP) dan Gereja Kristen Jawa Tengah Utara (GKJTU).
Perjanjian kemitraan ini ditandatangani oleh Pdt. Andrikus Mofu (Ketua Sinode GKI-TP), Pdt. Abednego Juwarisman (Ketua Sinode GKJTU), dan Pdt. Tjondro F. Gardjito (Ketua Sinode GKJW). Turut juga dalam seremonial ini Pdt. Petrus Sugito selaku Wakil Kepala Departemen Asia UEM.
Kerja sama kemitraan tiga gereja itu meliputi bidang-bidang: peningkatan/pemberdayaan ekonomi, pengembangan energi terbarukan, pengembangan ketrampilan generasi muda dan pemberdayaan warga melalui pertukaran siswa kejuruan.
Selain itu, tiga gereja tersebut juga bersepakat saling mengirimkan tenaga untuk mengikuti pelatihan kewirausahaan berbasis potensi lokal, pertanian, dan peternakan.
Sekilas Sejarah
Seperti diketahui, United Evangelical Mission (UEM) berakar dari Lembaga Misi Rhenish yang didirikan tahun 1828. Kantor pusatnya ada di Wuppertal, Jerman.
UEM memiliki 3 wilayah kerjam yaitu Jerman, Afrika dan Asia. Sudah terdapat sekitar 35 Gereja/Sinode yang tergabung di dalamnya.
Di Asia sendiri, tercatat ada 17 Gereja. Sementara sebanyak 14 ada di Indonesia. Sisanya yang lain tersebar di Cina, Filipina dan Srilanka.
Jejak UEM di Indonesia sebenarnya sudah lama. Pada awalnya bernama Rheinische Missions Gesellschaft (RMG), yang melayani di daerah Tanah Karo.
Sekitar tahun 1970, RMG bergabung dengan Bethelmission, sehingga namanya berubah menjadi Vereinigte Evangelische Mission (VEM).
Dalam perkembangan kemudian, pada tahun 1990-an, berubah nama lagi menjadi United in Mission (UiM). Hingga selanjutnya berubah nama menjadi United Evangelical Mission (UEM), yang dikenal sampai sekarang.
*) Disunting dan diterbitkan kembali berdasarkan halaman facebook GKJW
Torang Samua Ciptaan Tuhan
Konferensi Nasional VI FKUB (Forum Kerukunan Umat Beragama) se-Indonesia yang berlangsung di Manado, Sulawesi Utara menghasilkan Deklarasi Tomohon: “Torang Samua Ciptaan Tuhan”.
Deklarasi bertanggal 22 November 2021 itu memiliki empat ikrar atau pernyataan sikap sebagai berikut.
Pertama, setia dan menjunjung tinggi tegaknya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.
Kedua, memelihara kerukunan dan kerjasama untuk menciptakan suasana yang damai dengan prinsip persatuan yang ber-Bhineka Tunggal Ika.
Ketiga, mendukung program pemerintah dalam memelihara kerukunan umat beragama.
Keempat, mewujudkan Indonesia rukun, aman dan nyaman. Kelima, menjadikan moderasi beragama sebagai peta jalan pemeliharaan kerukunan umat beragama di Indonesia.
Kota Toleransi
Pada kesempatan yang sama, Kota Tomohon sekaligus dinobatkan sebagai Kota Toleransi di Indonesia. Hal ini dicanangkan langsung oleh Wakil Presiden Republik Indonesia, Prof Dr KH Ma’aruf Amin.
Momen bersejarah ini dilakukan setelag Wapres membuka secara resmi Konferensi Nasional (Konas) Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) VI di Convention Hall Hotel Sutan Raja di Minahasa Utara, Jumat, 19 November 2021.

2022: Tahun Toleransi
Pemerintah Republik Indonesia telah mencanangkan tahun 2022 sebagai tahun toleransi.
Kata “Toleransi” sendiri berasal dari bahasa Latin, “tolerare”. Artinya, sabar dan menahan diri.
Terminologi bahasa seperti ini mengindikasikan agar setiap kita memiliki sikap saling menghargai, menghormati dalam menyampaikan pandangan, pendapat, kepercayaan sebagai sesama manusia yang berbeda dengan dirinya.
Atas dasar pengertian inilah, maka ‘Toleransi’ secara umum bisa diartikan sebagai kemampuan seseorang untuk bersabar dan menahan diri terhadap hal-hal yang tidak sejalan dengannya.
Toleransi sebagai Kunci
Banyak yang menilai, toleransi adalah kunci dari perdamaian. Karena dengan adanya toleransi, mampu mencegah konflik individu, perpecahan kelompok sampai perang.

Perbedaan itu tercakup dalam banyak hal. Seperti perbedaan pandangan, pendapat dan kepercayaan.
Di Indonesia, kita mengenal adanya istilah SARA (suku, agama, ras dan antar golongan). Namun yang lebih mengemuka hanyalah persoalan kepercayaan atau keberagamaan.
Oleh karenanya, di tahun toleransi tersebut, Kementerian Agama berperan sebagai leading sector-nya.
Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas menjelaskan, nanti di akhir tahun toleransi tersebut akan dihimpun atauu ditampilkan indeks keberagamaan atau reiligiusity index. Indeks tersebut akan mengukur perilaku keberagamaan di Indonesia dari tahun 2021 hingga tahun 2024.
“Salah satu tujuan religiusity index ini adalah untuk memberi penilaian atas apa yang kita (pemerintah) lakukan dan respons masyarakat terhadap apa yang telah kita lakukan,” paparnya.

Sumber: Instagram @kemenag.go.id
0 Komentar