Maret 2022, gereja punya dua peristiwa penting yang pantas untuk diperingati. Pertama, adalah Rabu Abu, yang jatuh pada pekan pertama tanggal 2 Maret lalu. Kedua adalah Hari Raya Anunsiasi (Feast of The Annunciation) alias Hari Raya Kabar Sukacita yang jatuh pada hari ini, 25 Maret.
Bagi gereja Protestan, dua peringatan penting di atas jelas tidak sepopuler yang diimani dalam tradisi gereja Katolik sebagai “induk”-nya. Peringatan “Rabu Abu” saja yang sebagian sudah diterima dan masuk dalam kalender ibadah, masih menjadi pro dan kontra di sebagian kelompok.
Bukan hanya alasan “Kita ini ‘kan Protestan, mengapa harus mengikuti tradisinya umat Katolik?” Tetapi juga ada alasan yang lebih dalam soal tradisi yang harus dilakukan pasca peringatan Rabu Abu tersebut.
Misalnya umat Katolik punya tradisi 40 hari APP (Aksi Puasa Prapaskah). Nah, di kalangan gereja Prostestan tadi, masa itu hendak disi apa, lalau bagaimana caranya, dan seterusnya, hanya dipahami oleh mereka yang berkutat di ilmu teologi. Warga awam tak banyak yang mengerti betul. Atau kurang mendapatkan pemahaman yang mendalam.
Rabu Abu
Mengutip dari katolisitas.org, Rabu Abu adalah hari pertama Masa Prapaskah, yang menandai bahwa kita memasuki masa tobat 40 hari sebelum Paskah.
Angka “40″ selalu mempunyai makna rohani sebagai lamanya persiapan. Misalnya, Musa berpuasa 40 hari lamanya sebelum menerima Sepuluh Perintah Allah (lih. Kel 34:28).
Nabi Elia (1 Raj. 19:8). dan Tuhan Yesus sendiri juga berpuasa selama 40 hari 40 malam di padang gurun sebelum memulai pewartaan-Nya (Mat 4:2).
Gereja Katolik menerapkan puasa ini selama 6 hari dalam seminggu. Adapun hari Minggu-nya tidak dihitung, karena hari Minggu dianggap sebagai peringatan Kebangkitan Yesus. Maka dari itu, masa Puasa ini berlangsung selama 6 pekan ditambah 4 hari, sehingga genap 40 hari.
Perhitungannya, perayaan Kebangkitan Tuhan (Paskah) terjadi pada hari Minggu. Dengan begitu jika dihitung mundur maka jumlah harinya dikurangi 36 hari (6 minggu), lalu dikurangi lagi 4 hari biasa dalam sepekan. Maka jatuhnya adalah hari Rabu tadi.
Jadi penentuan awal masa Prapaskah pada hari Rabu disebabkan karena penghitungan 40 hari sebelum hari Minggu Paskah, tanpa menghitung hari Minggu.
Sementara pengertian “Abu” sendiri adalah simbol atau tanda pertobatan. Misalnya dalam Kitab Suci adalah kisah pertobatan Niniwe (Yun. 3:6). Di samping itu, juga mengingat bahwa kita ini diciptakan dari debu tanah (Kej 2:7). Suatu saat kelak, kita pasti akan mati dan kembali menjadi debu.
Hari Raya Kabar Sukacita
Pada penghujung bulan Maret ini, sebenarnya gereja juga memiliki satu peristiwa penting yang terkait juga dengan Kelahiran Yesus (Natal). Lho, kok bisa begitu? Bukankah harusnya ini masih masa Prapaskah?
Betul…Natal yang diperingati setiap 25 Desember, tidak berdiri sendiri sebagai peristiwa tunggal. Ada yang namanya inkarnasi Yesus Kristus dalam rahim perawan Maria.
Peristiwa ketika malaikat Gabriel memberi Kabar Sukacita kepada Maria yang akan melahirkan Sang Imanuel dikenal sebagai Hari Raya Kabar Sukacita (Anunsiasi/Annuciation Day). Tanggal perayaan ini jatuhnya pada setiap tanggal 25 Maret.
“Salam, engkau yang penuh rahmat. Tuhan sertamu… Engkau akan mengandung dan akan melahirkan seorang Anak laki-laki dan engkau akan menamai Dia, Yesus….” (Luk 1:28-31).
Peristiwa sakral sembilan bulan sebelum Natal inilah yang menjadi titik sentral peristiwa inkarnasi. Dengan kata lain, ini adalah momen “kelahiran semu” dari Anak Allah.
Memang di dalam Injil tidak menyebutkan kapan tanggal pastinya dari inkarnasi Yesus. Sama seperti tanggal kelahiran-Nya. Namun, orang-orang Kristen perdana memiliki tradisi lisan dan tertulis dari peristiwa-peristiwa yang dianggap suci.sakral tersebut.
Tentu saja keputusan yang diambil oleh Gereja Perdana melalui pertimbangan yang cermat dan juga perdebatan panjang, Hingga akhirnya diputuskanlah Hari Raya Kabar Sukacita pada tanggal 25 Maret.
Secara universal, perayaan Anunsiasi ini dalam kekristenan menjadi hari penting khususnya dalam gereja Ortodoks, Anglikan, Katolik, dan Lutheran.
Nah, kalau dalam peringatan Rabu Abu kemarin, beberapa gereja Protestan arus utama sudah mau menerima warisan tradisi gereja (Katolik sebagai “induk sejarah”-nya”). Bukankah malah lebih baik lagi kalau Hari Raya Kabar Sukacita ini juga diterima dan masuk dalam kalender gerejawi.
Bukan lagi saatnya mempertentangkan soal warisan tradisi gerejawi, “Ini dari mana asalnya?”. Justru kembali menjadi satu dalam akar yang sama sebagaimana Gereja Mula-Mula menjalankannya, justru makin baik. Artinya, semangat kebersamaan dalam wujud oikumene yang satu dan am makin mengedepan. Sebab, apaapun segala perbedaan yang ada, tetaplah Kristus yang menjadi Kepala Gereja-nya.
Selamat memperingati Hari Raya Kabar Sukacita. Tuhan memberkati….
0 Komentar