Istri Abdurrahman Wahid (Gus Dur), Presiden ke-4 RI, Hj. Dr (HC) Shinta Nuriyah Abdurrahman Wahid, M.Hum kembali menyapa sahabat-sahabatnya di berbagai kota. Di Surabaya kegiatan “Ibu Sinta Nuriyah Menyapa” diadakan di Gedung Negara Grahadi, Rabu malam (20/4/2022).
Acara berbuka dan sahur bersama seperti ini sudah 21 tahun diadakan pada setiap bulan Ramadhan. Berhubung karena pandemi, dua tahun ini kegiatan rutin tersebut menjadi tidak bisa dilaksanakan. Dalam rangka prokes (protokol kesehatan), peserta yang diundang di Grahadi kali inipun dibatasi.
Hadir dalam acara ini, Gubernur Jawa Timur Khofifah Indar Parawansa, istri Wakil Gubernur Arumi Emil Dardak, istri Wali kota Surabaya Rini Indriyani Cahyadi. Turut hadir para undangan yang terdiri dari perwakilan berbagai elemen masyarakat. Mulai dari anak yatim, kelompok disabilitas, komunitas lintas iman, gus Durian, tokoh-tokoh perempuan yang berkiprah dalam pemberdayaan masyarakat, Fatayat NU dan perwakilan Nakes (tenaga kesehatan).
Acara diawali sambutan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa. Gubernur menyampaikan Jawa Timur memiliki keberagaman yang luar biasa. Semua elemen perlu beriktiar untuk membangun sinergi dan kolaborasi, secara fisik, pemikiran, gerakan dan spiritual. Demi menjaga kesatuan dengan sikap saling menghargai dan menghormati.
Dalam kegiatan Bu Shinta Menyapa, selain menyampaikan santunan pada perwakilan anak yatim, ia juga menyampaikan keprihatinannya melihat dekadensi moral dalam kehidupan bangsa, di tengah krisis yang sedang kita hadapi akibat pandemi covid-19 ini.
Kesedihan itu terasakan saat melihat kenyataan, tokoh yang harusnya jadi panutan (seperti guru, pemuka agama) justru menjadi pelaku tindakan amoral. Bahkan tempat-tempat yang dianggap suci (seperti pesantren, tempat ibadah) pun dijadikan tempat berbuat kejahatan.
Makanya, ia berpesan agar peserta bisa memahami makna Puasa dan tidak melakukannya sekedar sebagai kewajiban agama, agar bisa menguatkan keimanan. Dan secara umum, pesan kepada masyarakat Indonesia untuk tidak lupa dan melaksanakan tiga rukun yang menjadi kebutuhan saat ini.
Bu Nyai Sinta, demikian sapaan akrabnya, menyampaikan ada 3 hukum yang harus diperhatikan dan dijalankan, yaitu: hukum agama (bagi yang beragama Islam, menjalankan ibadah dengan baik, seperti sholat 5 waktu, jalankan rukun Islam), hukum ketatanegaraan yaitu menjalankan Pancasila, hukum kesehatan (jalankan 5 M dan ditambah menjaga Imun dan melakukan vaksin).
“Dari ketiga rukun itu dan maknanya, apakah kita sudah mengamalkannya? Rukun Islam, pengamalan Pancasila dan mematuhi protokol kesehatan, apakah sudah semua? Maka mari kita lakukan,” ajak Sinta Nuriyah.
Dalam kesempatan itu, Bu Shinta juga menyampai wejangan dan nasehatnya agar perempuan tidak boleh minder meski menghadapi tantangan dalam kehidupan sosial masyarakat yang kerap masih diskriminatif.
Pdt. Claudia S. Kawengian, M.Min (Ketua I PGIS Surabaya) yang hadir saat itu, memgapresiasi Bu Shinta yang sangat inspiratif. Merasakan spirit kehidupan yang dibawakan Bu Shinta sebagai seorang ibu bangsa yang sangat peduli terhadap persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa ini.
Bahkan di tengah keterbatasannya secara usia dan kesehatan, Bu Shinta tetap berusaha menyapa dan memotivasi warga masyarakat dari berbagai komunitas dan latar belakang yang beragam di berbagai tempat. “Bukankah spirit dan budaya kehidupan itu juga yang harusnya kita bawa dan hadirkan sebagai murid Yesus?” Pendeta GKI Diponegoro ini.
*) Kredit foto : Pdt. Claudia S. Kawengian, M.Min
0 Komentar