Sri Sultan Hamengku Buwono X : Pesparawi Selaras dengan Sawiji, Greget, Sengguh dan Ora Mingkuh

 


Dalam Opening Ceremony Pesparawi XIII, di Lapangan Siwa, Kompleks Candi Prambanan, Sleman (20/6/2021), Sri Sultan mengatakan pentingnya pemaknaan keempat ajaran moral yang merupakan buah pikir Sri Sultan Hamengku Buwono I, sebagai peletak dasar Kasultanan Yogyakarta. Keempat ajaran tersebut mewakili totalitas ideal manusia dalam kehidupan baik hubungannya dengan sesama maupun Tuhan Yang Maha Kuasa.

Sawiji berarti penjiwaan total tanpa menjadi tak sadarkan diri; Greget adalah bersemangat tanpa menjadi kasar; Sengguh adalah percaya diri namun tetap low profile; dan Ora Mingkuh adalah pantang mundur, dengan disiplin dan tanggung jawab,” jelas Sri Sultan yang hadir didampingi Wakil Gubernur DIY KGPAA Paku Alam X.

Wakil Menteri Agama RI Dr. Zainut Tauhid Sa`adi menuturkan pada era sekarang, perkembangan seni budaya sejatinya harus mampu memberi arah bagi perwujudan identitas nasional yang sesuai dengan nilai luhur budaya bangsa. “Bangsa Indonesia adalah bangsa religius dan berbudaya, maka pengembangan seni keagamaan harus dapat sentuhan yang utama sebagai bagian dari jati diri bangsa,” tukasnya.

Kehadiran Pesparawi memiliki makna ganda yakni sebagai penguatan hubungan intern antar umat kristiani dan sekaligus membangun hubungan umat beragama di Indonesia secara menyeluruh. “Dalam konteks intern, agenda yang diikuti gereja dari berbagai aliran, merupakan sarana membangun komunikasi intern. Jika konteks majemuk, Pesparawi yang diselenggarakan secara bergantian, memberikan sumbangsih atas nasionalisme dan kerukunan hidup beragama,” imbuhnya.

Ia pun mengatakan bahwa tak berlebihan kiranya, jika Pesparawi merupakan implementasi moderasi beragama karena sekat-sekat dan dinding pemisah telah dikesampingkan dan diganti dengan tali persaudaraan.

“Sebagaimana lokasi pelaksanaan Pesparawi di Candi Prambanan, Candi Hindu terbesar di Indonesia yang dibangun pada abad ke-9. Ini menunjukkan tidak adanya sekat antarumat beragama namun sebaliknya justru terbangun jembatan antarumat beragama yang dilandasi sikap saling menghormati dan memuliakan,” tegasnya.

Pesparawi pertama kali  dilaksanakan pada tahun 1983. Diadakan setiap 3 tahun sekali. Waktu itu masih bernama PESPARANI (Pesta Paduan Suara Gerejani). Pesparani tingkat Nasional pertama ini diadakan di Jakarta. Berdasarkan pertimbangan segi bahasa maka PESPARANI diubah menjadi PESPARAWI  (Pesta Paduan Suara Gerejawi).

Gelaran Pesta Paduan Suara Gerejawi (Pesparawi) Nasional XIII yang akan dilaksanakan 19-26 Juni 2022 di Daerah Istimewa Yogyakarta dengan Tema ; Harmony in Diversity.

PESPARAWI yang sedianya diselenggarakan tahun 2021 harus ditunda ke tahun 2022 karena pandemic covid-19 yang melanda dunia.

Dalam Pesparawi ini terdapat 12 cabang lomba yang akan dipertandingkan. 12 kategori pertama adalah paduan (suara) dewasa campuran, paduan suara pria, paduan suara wanita, paduan suara remaja pemuda, paduan suara anak, musik gereja nusantara, musik pop gereja, vokal grup, solo remaja putra, solo remaja putri, solo anak usia 10-13 (tahun), dan terakhir solo anak 7-9 tahun

Cabang lomba yang dipertandingkan dibagi ke empat tempat, yakni di Grha Sabha Pramana Universitas Gajah Mada (UGM), Auditorium Universitas Negeri Yogyakarta (UNY), Auditorium Driyakara Universitas Sanata Dharma, dan Auditorium Institut Seni Indonesia (ISI).

Gelaran Pesparawi tahun ini sekaligus sebagai bentuk kerukunan umat beragama. Karena tak hanya umat Kristiani yang dilibatkan dalam kegiatan ini, tetapi juga pemeluk agama lainnya. Hal tersebut dapat, lanjutnya, dapat dilihat dari karnaval semua agama dari Titik Nol Kilometer Jogja ke Kepatihan dan acara pembukaan Pesparawi di Candi Prambanan.

Posting Komentar

0 Komentar