Suyitno, Kepala Balitbang Diklat Kementerian Agama mengingatkan generasi Z atau Gen Z akan bahaya politisasi agama. Disaat yang sama, Gen Z diajak menjadi agen utama penguatan moderasi beragama.
Hal ini disampaikan Suyitno saat berbicara pada International Conference on Religious Moderation di University Club (UC) Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Jumat (28/10/2022).
Konferensi ini digelar Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Kemenag bekerja sama dengan Pusat Studi Keamanan dan Perdamaian (PSKP) UGM. Tema yang diusung “Gen Z as the Agent of Religious Moderation”.
Hadir juga sebagai narasumber, Mark Woodward dari Arizona State University, Alissa Wahid dari Jaringan Gusdurian, dan Achmad Munjid dari Department of Inter-Cultural Studies UGM.
Di hadapan para generasi muda, Suyitno menyinggung tentang gejala serta bahaya ekstremisme dan intoleransi di berbagai segmen dan agama. Hal ini perlu menjadi perhatian dan keterlibatan Gen Z dalam mengantisipasinya.
Generasi Z atau Gen Z adalah mereka yang lahir di tahun 1995 sampai dengan 2010. Generasi Z disebut juga sebagai iGeneration atau generasi internet atau generasi net. Mereka selalu terhubung dengan dunia maya dan dapat melakukan segala sesuatunya dengan menggunakan kecanggihan teknologi yang ada.
Ditegaskan Suyitno, agama bukan pemicu intoleransi. Agama justru harus menjadi inspirasi bagi kebaikan dan kemaslahatan. “Kalau agama dijadikan justifikasi kepentingan politik tertentu misalnya, akan sangat berbahaya,” ungkapnya.
Bersamaan itu, Suyitno mengajak Gen Z aktif dan menjadi agen penguatan moderasi beragama. Apalagi, kebijakan penguatan moderasi beragama telah masuk dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
“Semangat moderasi beragama gencar disosialisasikan ke berbagai kalangan, termasuk Gen Z. Harapannya dapat menciptakan kehidupan keagamaan yang lebih toleran, saling asih, asah, asuh, saling menghargai, dan melindungi,” pungkasnya.
Foto : kemenag.go.id
0 Komentar