GJ Vink,
konsultan pertanian di Surabaya pernah menulis sejarah pembukaan tanah di Jombang Selatan. Pada abad ke-19 seluruh wilayahnya adalah tanah terlantar , tertutupi hutan belantara lebat dan gelap. Tetapi Vink menyakini dahulu daerah ini pernah direklamsi dan diami. Setidaknya hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya benda-benda bersejarah masa Kerajaan Mojopahit kuno. Seperti temuan di Mojoagung, daerah sebelah utara Mojowarno. Hal ini juga diperkuat dengan temuan peneliti Mojopahit, Ir. Maclaine Pont. Bahwa Ibukota Kerajaan Mojopahit adalah kota raksasa berukuran 12 x 12 km.
Peta Valentijn, Area Karesidenan Surabaya Sebelah Selatan tahun 1708
Awal abad ke-19 seluruh wilayah itu tertutup hutan lebat. Baru pada tahun 1829 seorang mantan tentara, Coenraad Laurens Coolen membukanya disebelah selatan. Pengajuan Coolen atas tanah di Ngoro disetujui pemerintah. Dengan akta van afstand (akta pelepasan) tanggal 26 Januari 1829 dan disetujui dengan Regeering, Keputusan Pemerintah tanggal 12 Maret 1829 No. 3. Coolen memperoleh tanah Ngoro dengan hak erfpacht atau sewa jangka panjang selama 25 tahun.
Coolen membajak tanah ( Jw.siengkal )
Tata kelola desa pada dasarnya tidak terlalu berbeda dengan desa-desa lain di luar Ngoro. Hanya dalam kegiatan kerohanian yang memiliki keunikan tersendiri. Contohnya, dalam memulai membuka sawah, Coolen memimpin sendiri ritual buka siti (membuka lahan) satu perpaduan doa Jawa dan Kristen. Saat membajak sawah dia melantunkan tembang jawa berisi pemujaan kepada Tuhan dan Dewi Sri dan dilantunkan dengan bacaan syair Jawa yang bernuansa Jawa dan Kristen. Contoh tembangnya ,
“Dhuh Allah Rama kawula ingkang wonten Swarga kang nglangkungi kwasane kang dilancarkan nyipta bumi lan langit. Tetepa anggen kawula tetani, cikal binukak siti ginawe pera, pangukuh buntut secangker/ pacengkeng kalen kawula. Raden Panjarat/ pancurat kang nduweni kwasa, siblak pecut si raja kaya, ron du garu/ megaru kang gawe rata kekedhokan kawula, kang dadi remenane mbok Sri Sedana kang rupa pari. Ingkang peparing Allah ingkang Maha Suci, iya Illahailelah Yesus Kristus Roh Allah”
Perselisihan dengan Coolen membuat Abisai pergi meninggalkan Ngoro. Mantan tangan kanan Coolen ini membuka hutan Kracil yang nantinya diberi nama Mojowarno.
“Demikian juga pada tahun 1844 kjai Abisai DitöGoenó (lahir di Klagen, Goenoeng-kendeng, Soerabaija ) dan tiga kepala keluarga lainnya meninggalkan tanah pekarangan Tuwan Coolen untuk menetap lebih jauh ke utara di Hutan Kratjil, timur Hutan Toengggöröno. Mereka membangun pemukiman di sana, yang untuk sementara disebut Dagangan. Dia berasal dari distrik Wirösöbó, waktu itu Asisten Residence Mödjökërtö, tapi sekarang Djombang. Masih ingat bahwa padi pertama yang mereka tanam disebut baligrapaq, karena padi jenis ini memberikan tanaman yang kuat dan dapat menahan angin kencang ”, catatan misionaris Carel Poensen
Meskipun baru dibuka Mojowarno berkembang sangat pesat. Menjadi kecamatan terpadat di kabupaten Mojokerto. Walaupun terletak di pedalaman, jalur penghubung ke Mojokerto terlihat baik. Jalan dan jembatan bagus. Hal ini menunjukkan adanya kesejahteraan, kedamaian dan kebersihan di Mojowarno. Padahal di tahun 1855 jalan tersebut hanya bisa dilalui dengan kuda. Begitupun jalur ke Ngoro, jalan sempit menerobos hutan dan tidak ada jembatan, Pada tahun 1863 misionaris Hoezoo masih mengeluhkan buruknya jalan antar desa. Di jalan utama desa tidak dapat dilalui cikar dan dokar.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka semakin padat pula wilayahnya. Seiring bertambahnya populasi Jawa, semakin banyak hutan purba yang ditebang. Serapan udara curah hujan tropis tidak lagi tertahan oleh hutan. Udara mengalir dengan cepat ke dataran rendah dan tidak punya waktu untuk menembus tanah. Akibatnya di daerah yang lebih tinggi, tanahnya tidak jenuh dengan udara dan segera mengalami kekurangan udara di musim timur. Sedangkan limpasan yang cepat di musim hujan merusak tanah yang subur dan menyebabkan air di sungai naik dengan cepat sehingga terjadilah banjir yang menghancurkan. Deforestasi yang parah mulai menimbulkan ancaman serius bagi pertanian. Oleh karena itu Pemerintah pada tahun 1874 menghentikan penebangan hutan yang tidak terkendali. Budaya huma atau gogo yang dulu begitu umum di Jawa, kini sangat jarang terjadi. Tidak ada lagi hutan yang tersedia bagi petani untuk membiarkan tanahnya beras selama sepuluh tahun setelah dua tahun cocok ditanam.
Penanaman padi di Jawa dilakukan di sawah dan tëgal. Têgal hanya dapat menghasilkan satu kali panen per tahun, tanaman padi atau polowijo. Sawah menghasilkan tanaman padi pada musim hujan dan tanaman palawija pada musim kemarau. Pertanian di Jawa tidak dapat memenuhi kebutuhan beras. Beras tambahan harus dibeli dan memerlukan uang. Ketika kapitalisme mulai datang. Petani mulai menyewakan sawahnya demi uang. Uang ditangan tetapi mereka tidak menanam padi lagi. Beberapa pemilik di Pulau Jawa yang harus menghidupi dirinya sehari-hari dengan bekerja sebagai buruh tani (buruh harian), perajin atau bajingan (penarik gerobak sapi).
Menurut peta lama NZG, hampir seluruh distrik (kecamatan) Mojowarno sudah direklamasi dan melamar. Hanya tersisa sedikit sisa hutan. Seperti di dekat Bajang, Mojokembang, Bongsórejó dan yang lebih kecil di Mojotengah dan Mojoanyar.
Bertambahnya jumlah penduduk membuat lahan pertanian beralih fungsi. Ditahun 1927 – 1928, GJ Vink dan Poertjojo Gadroen mencatat di Landbouw; tijdschrift der Vereeniging van Landbouwconsulenten di Nederlandsch-Indië, jrg 3, 1927-1928, 1927 tentang luas kepemilikan tanah di kecamatan Jombang Selatan dalam satuan bau . ( 1 Bau : 0,70 hingga 0,74 hektar (7000-7400 meter persegi) dan ada pula yang setara dengan 0,8 ha .
Ketika sawah semakin menghilang.. Alih fungsi lahan akan terus terjadi karena meningkatnya kebutuhan lahan untuk permukiman, industri, perkantoran, tempat wisata, jalan raya dan infrastruktur lainnya untuk menunjang perkembangan masyarakat. Di seluruh Indonesia ada ekitar 50-70 ribu (hektare) setiap tahun terjadi pengurangan lahan baku sawah. Pengalihan fungsi lahan sawah menjadi salah satu tantangan utama dalam menjaga ketahanan pangan nasional. Dalam satu dekade terakhir, Indonesia telah kehilangan sekitar 320.000 hektar (ha) lahan sawah akibat perubahan fungsi menjadi kawasan industri dan pemukiman.
Catatan BPS (2019), sebagian besar atau 15,89 juta petani hanya memiliki luas lahan pertanian kurang dari 0,5 ha. Sebanyak 4,34 juta petani lahan pertaniannya hanya berkisar 0,5-0,99 ha. Kemudian, petani yang luas lahan pertaniannya sebesar 1-1,99 ha sebanyak 3,81 juta jiwa. Mirisnya lagi, Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) Nusron Wahid mengungkapkan fakta bahwa sebanyak 1,8 juta hektar tanah di Indonesia dikuasai satu keluarga. (Kompas.com 06/05/2025). Total lahan sawah yang beralih fungsi dari tahun 2021 hingga 15 Februari 2025 tercatat hanya 5.600 hektar. Nusron Wahid, menyatakan bahwa kebijakan Lahan Sawah Dilindungi (LSD) efektif dalam mengurangi konversi lahan sawah. Lahan sawah yang dilindungi mencapai 3.836.944 hektar.
Riyaya Undhuh-Undhuh (RUU) adalah pengingat bahwa kita diberi tanggung jawab menjaga, merawat dan mengelolah ciptaanNya. Merujuk sejarah undhuh-undhuh di Mojowarno berasal dari ucapan syukur petani atas panen pari nya di sawah. Menjaga sawah bukan saja menjaga ketahanan pangan nasional. Tetapi juga menjaga ketahanan iman sesuai amanat Sang Pencipta.
Teringat syair Coolen di Ngoro,
“Dhuh Allah Rama kawula ingkang wonten Swarga kang nglangkungi kwasane kang dilancarkan nyipta bumi lan langit. Tetepa anggen kawula tetani, cikal binukak siti ginawe pera, pangukuh buntut secangker/ pacengkeng kalen kawula. Raden Panjarat/ pancurat kang nduweni kwasa, siblak pecut si raja kaya, ron du garu/ megaru kang gawe rata kekedhokan kawula, kang dadi remenane mbok Sri Sedana kang rupa pari. Ingkang peparing Allah ingkang Maha Suci, iya Illahailelah Yesus Kristus Roh Allah”.
Ketika semua nama disebut Coolen, semuanya mengerucut ke puncak. Satu nama Sang Pencipta dan kita adalah ciptaanNya yang paling sempurna.
Ditulis oleh Hadiyanto untuk penabur.id
Dalam menyambut Hari Raya Undhuh-Undhuh GKJW bulan Mei 2025.
0 Komentar