“Bangsa ini harus dibangun dengan refleksi bukan represi !,” Ketua PGI

Beberapa hari di belakangan ini kami berdiri di tengah riuhnya suara rakyat—bukan sekadar berteriak, tapi bersumpah hati yang telah lama dipendam. Demonstrasi berbagai kelompok masyarakat merebak di Jakarta dan berbagai kota lainnya untuk menyikapi perilaku dan kebijakan pemerintah dan badan legislatif yang dirasa tidak berpihak pada masyarakat. Ironisnya, dalam penanganan yang dilakukan pihak kepolisian, telah menjadi korban. Seorang pengemudi ojek tewas dengan mengenaskan akibat dilindas kendaraan taktis kepolisian. Di pihak lain, beberapa anggota polisi diberitakan berada dalam kondisi kritis akibat dikeroyok demonstran.

Menyikapi situasi ini, Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia (PGI) menyampaikan rasa mengungkapkan serta dukacita yang mendalam terhadap keluarga pengemudi ojek yang meninggal, dan juga kepada para anggota kepolisian yang menjadi korban dalam tugas pengamanan penyelamatan. Ketua Umum PGI, Pdt. Jacklevyn Manuputty, meminta untuk tidak melihat demontsrasi sebagai ancaman, karena ia adalah cermin dari kegelisahan yang tak lagi bisa ditahan, dari harapan yang terus-menerus diabaikan.

Pendeta Manuputty mengritisi penanganannya melalui kekerasan yang berlebihan oleh aparat keamanan. "Alangkah pilu ketika suara-suara para demonstran itu dibalas dengan kekerasan. Ketika tangan yang seharusnya melindungi justru menindas. Ketika gas air mata serta meriam udara menggantikan dialog, dan pentungan menggantikan empati. Kita tidak sedang menjaganya; kita sedang mengakhiri keadilan," katanya.

Kepada para politisi, Pdt. Manuputty meminta untuk tidak menafsirkan kemarahan rakyat sebagai alat politik. "Jangan pura-pura lupa, kemarahan rakyat bukan datang dari ruang kosong. Ia lahir dari janji-janji yang dikhianati, dari kebijakan yang menyakitkan, dari kepemimpinan yang abai. Jangan mempolitisir luka yang kalian torehkan," tukasnya.

Pdt. Manuputty juga menyampaikan kepada masyarakat agar tidak membiarkan emosi masuk akal sehat. “Kita butuh ketenangan, bukan karena kita lemah, tapi karena kita ingin tuntutan-tuntutan kita tercapai dengan kesimpulan. Mari jaga ruang perjuangan ini tetap bermoral, tetap beradab,” imbaunya.

Menyikatapi aparat penegak hukum, Pdt Manuputty berusaha untuk menangani peristiwa tragis yang mengakibatkan meninggalnya pengemudi ojek secara jujur, transparan, dan impunitas dalam segala aspek. Menurutnya, aparat penegak hukum bukan saja, tetapi bangsa ini mempunyai keberanian untuk mengakui kesalahan dan perbaikan.

Menutup komentarnya, Pdt. Manuputty mengajak untuk membangun bangsa ini bukan dengan represi, melainkan refleksi. Bukan dengan ketakutan, tetapi dengan keberanian untuk berubah. “Suara rakyat bukan untuk dibungkam, tetapi untuk didengar, dipahami, dan dijadikan arahan,” tutupnya.

 

 


Posting Komentar

0 Komentar