Membangun Harmoni Lintas Iman GKI Diponegoro

Minggu, 13 Mei 2018. Ledakan bom terjadi di Gereja Kristen Indonesia Jalan Diponegoro (GKI Dipo) 146, Surabaya, Jawa Timur. Tentu saja ini merupakan peristiwa pahit yang tak terlupakan.

Pun demikian juga dengan dua gereja lain di Surabaya, yang juga menjadi korban teror bom. Paroki Santa Maria Tak Bercela (SMTB) di Jalan Ngagel Madya dan  Gereja Pantekosta Pusat Surabaya (GPPS) Jemaat Sawahan yang beralamat sama dengan nama Jemaat.

Hampir empat tahun berlalu, tapi tak ada yang berubah dalam mewujudkan cinta kasih Kristus pada sesama. Membangun kebersamaan dengan komunitas yang berbeda iman, sebagaimana yang juga menjadi harapan pemerintah, perlu bagi gereja untuk mendukungnya.

“Gereja punya tanggung jawab untuk berkorelasi dengan mereka. Perlu bagi kita untuk membangun gerakan seperti itu. Apalagi pada situasi sekarang ini, di tengan masyarakat yang kian resah dengan soal keberagaman,” kata Pdt. Claudia S. Kawengian, M.Min saat memberikan pengantarnya.

Ia menuturkan hal itu sesaat sebelum memberangkatkan 44 peserta yang ikut dalam kunjungan ke Masjid Rahmat, tetangga 600 meter dari GKI Dipo. Mereka termasuk warga Jemaat, juga dari rombongan pemuda GPIB, juga warga GMIST, GKPII dalam lingkup PGIS Kota Surabaya. Jumlah peserta ini memang sengaja dibatas mengingat situasi pandemi.

Sambut Pagi dengan Kasih

Sengaja, kegiatan kunjungan dan pemberian paket sahur kepada jamaah Masjid Rahmat, salah satu masjid tua di kota Surabaya di Jalan Kembang Kuning ini dilakukan dengan berjalan kaki bersama. Pkl. 00.42 rombongan beranjak dari titik kumpul dan tiba di tempat tujuan. Sekitar 10 menit.

Sambutan hangat diberikan penjaga gerbang dan pengurus. Mereka dengan sigap menyediakan kursi lipat sebagai tempat duduk bagi sebagian rombongan.

Sementara, di dalam masjid, ratusan orang masih melakukan “sholat malam ganjil”. Ada pria dewasa, dan anak lelaki di bagian depan. Sementara di bagian belakang, ada para ibu dan anak perempuan.

Masih ada waktu sekitar 50 menit sebelum kegiatan keagamaan itu usai pkl. 01.45 WIB. Dari panitia (GKI Dipo) secara estafet juga segera melakukan pengemasan aneka panganan yang akan diberikan kepada jamaah masjid usai mereka melakukan aktivitasnya. Di sela-sela acara, nampak Pdt. Claudia dan pengurus berbincang dengan pengurus masjid.

Rupanya, jumlah paket yang diberikan tak sebanding dengan penerimanya. Hingga yang datang belakangan hanya mendapatkan paket minuman. Tak masalah, yang jelas ada wajah yang berbinar, senyum yang tulus yang bisa dirasakan pada kebersamaan ini.

“Semoga Bapak-Ibu diberikan kesehatan dan iman yang baik,” kata Pdt. Claudia sembari memberikan sedikit kata perkenalan. Sementara pengurus lain mengatur pemberian ‘peket’ yang sudah disiapkan sebelumnya.

“Amin….” terdengar kata sahutan yang menimpalinya.

Selang beberapa menit saja, paket yang sudah berjajar di tiga meja panjang berkain hijau tadi tandas. Dan usai sudah acara berbagi sahur ini. Saling mengucapkan terima kasih atas kegiatan ini pun terlontar di antara dua penganut kepercayaan yang berbeda.

Sebagai penutup, para peserta menyempatkan diri untuk berfoto bersama sebagai kenang-kenangan acara. Tepat seperti perkiraan semula. Sekitar pkl. 2 pagi, rombongan kembali ke tempat semula dan melanjutkan aktivitas masing-masing.

Sekadar diketahui bahwa sejak awal pandemi, Majelis Bidang II mengadakan pembagian nasi bungkus bagi siapa saja yang perlu. Hal ini dilakukan pada setiap hari Senin-Jumat di sekitar GKI Diponegoro. Jadi acara berbagi sahur ini hanya satu dari kegiatan lain yang sudah rutin dilaksanakan.

Tercatat sudah hari ke 535 GKI Dipo mengadakan pembagian nasi bungkus per hari ini  Jadi kalau ada yang lewat di depan gereja ini, jangan kaget dengan aktivitas kesehariannya. Bisa turut menyumbang juga, demikian informasinya.

Nah, ada cerita lain kebaikan lain di tempat Anda? Yuk wartakan kebaikan-kebaikan itu. Tuhan memberkati…

Posting Komentar

0 Komentar